KONSEP DASAR
ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN
A.
Definisi
Analisis Kebijakan Pendidikan
Bagian
ini menjelaskan beberapa kata kunci (keyword), untuk memberikan pemahaman kita
lebih komprehensif dan holistik tentang analisis kebijakan pendidikan, antara
lain kebijakan (policy), kebijakan pendidikan, analisis kebijakan, sampai pada
konsepsi analisis kebijakan pendidikan.
1.
Kebijakan
(Policy)
Istilah kebijakan (policy) seringkali diterjemahkan
dengan politik, aturan, program, keputusan, undang- undang, peraturan,
konvensi, ketentuan,kesepahaman, dan rencana strategis lainnya. Beragam
pandangan tentang istilah kebijakan, Stephen J. Ball (2012) menyatakan policy
as text and discourse yang menarik untuk dielaborasi. Misalnya penggunaan
istilah diberbagai Negara yang beragam di Inggris, policy berarti kebijakan;
Latin politia, berarti politik; Yunani, polis berarti Negara, Sanskrit, Pur
berari kota; (Ali Imron, 1996).
Ditelusuri lebih mendalam, kebijakan (policy) dalam kamus
bahasa InggrĂs diartikan sebagai:
·
Plan of
action, esp. one made by government,
business company, etc;
·
Wise,
sensible conduct.
Dalam and English Reader’s Dictionary, konsep policy
diartikan sebagai;
·
a
course of conduct based on principle or advisability;
·
a
contract of Insurance;
· a form of lottery (AS Hornby and EC Parnwell, 1969).
Melengkapi pemahaman kita tentang konsep kebijakan bisa
merujuk pada the new American Webster Dictionary, menjelaskan kebijakan
(policy) didefenisikan sebagai
·
Metode
pemerintahan (method of
government), sistem penilaian
regulasi (system of regulative
measure), tata tertib (course of conduct);
·
Sag#acity in management;
·
Dokumen
perlindungan/jaminan (a document containing a contract of insurance in full),
Jaminan kebijakan (insurance policy);
·
Sebuah
pemainan judi atau a gambling game (Neufeldt, & Sparks, 2002).
Dikomparasikan dengan definisi kebijakan dalam Tim Revisi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kebijakan dimaknai sebagai kepandaian,
kemahiran, kebijaksanaan, juga di pandang sebagai rangkaian konsep dan asas
yang menjadi dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, juga kepemimpinan atau
cara bertindak pemerintah, organisasi dan/atau sebagai pernyataan cita-cita,
tujuan (goal), prinsip (maksud) sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran.
Pengelompokkan istilah kebijakan juga beraneka ragam penggunaan, antara lain:
·
Kebijakan
as a label for a field of activity,
·
Kebijakan
as an expression of general purpose or desired state of affaers,
·
Kebijakan
as specific proposals,
·
Kebijakan
as decision of government,
·
Kebijakan
as formal authorization,
·
Policy
as a programme,
·
Kebijakan
as output,
·
Policy
as a outcome,
·
Policy
as a theory or model,
·
Policy
as a process (Hogwood dan Gun, 1986:13-9).
Keragaman pemahaman dan makna kebijakan di atas juga
ditopang dari perbedaan asal kata kebijakan di Negara-negara di dunia,
Implikasinya juga pada artikulasi dan konsep yang bervariasi tentang kebijakan.
Ada yang menyebut “policy” dalam sebutan kebijaksanaan, padahal maknanya
berbeda dengan kebijakan. Dimana kebijaksanaan mencermikan kearifan seseorang,
sedangkan kebijakan merupakan aturan tertulis hasil keputusan resmi organisasi.
Misalnya, kebijakan didefenisikan sebagai:
·
Undang-undang,
·
Peraturan
Pemerintah,
·
Keputusan
Presiden,
·
Keputusan
Menteri,
·
Peraturan
Daerah,
·
Keputusan
Bupati, dan
·
Keputusan
Direktur dan lainnya.
Dokumen kebijakan ini sifatnya mengikat, wajib
dilaksanakan oleh sasaran kebijakan. Hal senada dijelaskan kebijakan merupakan
keputusan pemerintah bersifat umum, berlaku untuk seluruh anggota masyarakat
(Abidin, 2006). Begitu juga kebijakan itu memberi informasi pada kita tentang
ruang lingkupnya bersifat umum (makro), sedang (meso), dan mendetail (mikro).
Seperti dipahami. Ahearne, J. (2009) mendefenisikan kebijakan (policy) is
the implicit or explicit specification of courses of purposive action being
followed/to be followed in dealing with a recognized problem/matter of concern,
and directed toward the accomplishment of some intended/desired set of goal.
Policy also can be thought of as a position or stance developed in response to
a problem or issue of conflict, and directed toward a particular objective.
Kebijakan choosen course of action significantly affecting large number of
member organization (MacRae, 1985).
Banyak ahli maupun akademisi turut serta memiliki
pendapat yang beragam tentang kebijakan sebagai proses pengambilan keputusan,
sebagai dijelaskan Koontz dan Donnell (1987) yang mengemukakan kebijakan
(policy) adalah pernyataan atau pemahaman umum berisikan pedoman, pemikiran
dalam proses pengambilan keputusan yang mengikat dan memiliki esensi pada
batasan tertentu dalam pengambilan keputusan.
Anderson (2006) dalam Taufiqurokhman (2014) menyatakan
tujuan kebijakan a purposive course of action followed by an actor (set of
actors) in dealing with a problem (matter of concern). Fokus kebijakan
attention in what actually done againts what is purposed (intended), dan
kebijakan berbeda dengan keputusan. Karena kebijakan merupakan rangkaian
tindakan yang memiliki tujuan tertentu diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku
atau sekelompok pelaku lainnya guna memecahkan suatu masalah yang menjadi
perhatian banyak pihak (William N. Dunn, 2004).
Pakar lainnya kebijakan menjadi bagian dari perencanaan
guna mempersiapkan seperangkat keputusan yang berhubungan dengan biaya,
personil, jadwal untuk mencapai tujuan (goals,) yang dilakukan oleh sejumlah
aktor terdiri pimpinan, bawahan, lembaga pemerintah atau swasta dalam suatu
bidang atau kegiatan tertentu (Wahab,1997). Begitu juga Charles Lindblom
(1968). kebijakan itu berkaitan erat dengan proses pengambilan suatu keputusan.
Karena pada dasarnya sama memilih diantara alternatif yang tersedia. Hal senada
diungkapkan Maskuri (2017) Kebijakan adalah sebuah prinsip atau cara yang
digunakan untuk dipilih dalam proses mengarahkan pengambilan keputusan. Masih
terkait dengan outnya keputusan, Nurcholis (dalam Tahir Arifin 2011:44-45) juga
mendefinisikan kebijakan sebagai keputusan organisasi, untuk mencapai tujuan
(goals), memperhatikan ketentuan yang ada sebagai pedoman berperilaku oleh;
·
Kelompok
sasaran ataupun unit organisasi pelaksanaan kebijakan,
·
Ditetapkan
baik dalam hubungan dengan organisasi (unit) pelaksana maupun dengan kelompok
sasaran yang memuat prinsip untuk mengarahkan (directing), cara bertindak
secara terencana dan konsisten fokus mencapai tujuan (Suharto, 2008).
Dalam konteks lain dijelaskan kebijakan tidak hanya
sekedar mengatur sistem operasional secara internal, juga mengatur hal-hal yang
terkait dengan fungsi secara konseptual diantara sistem (Sagala, 2017).
Sehingga kebijakan juga diterjemahkan sebagai pernyataan deklarasi mengenai
dasar pedoman bertindak, arah tindakan tertentu, suatu program mengenai
aktivitas–aktivitas tertentu atau suatu rencana (Wahab, 1997). Masih terkait
definisi kebijakan (policy) sebagai serangkaian tindakan/dasar untuk bertindak
dalam mencapai tujuan atau serangkaian tujuan tertentu baik secara tersirat
maupun tersurat. Sementara titik berat kebijakan berada pada dampak atau
pengaruh dari suatu tindakan pemerintah atau negara yang secara signifikan
mempengaruhi masyarakat luas (Suwitri,2008).
Bahkan Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt (1973) mencermati
kebijakan (policy) terdiri dari keputusan ditandai dengan behavioral consistency and
repetitiveness prinsipnya on the part
of both those who make it and those who abide by it (Joness,1984). Kebijakan
berkenaan dengan gagasan manajerial organisasi, berupa pola formal yang sudah
diterima pemerintah atau lembaga lainnya sehingga mereka berusaha mencapai
tujuannya (Syafaruddin, 2008).
Kebijakan sering juga dimaknai sebagai sebuah rekayasa
sosial (social engineering), sehingga kebijakan seringkali dirumuskan penguasa.
Seiring dengan itu kebijakan umumnya dimaknai sebagai tahapan tindakan yang
dilakukan atau tidak oleh perorangan ataupun kelompok tertentu (Sudiyono, 2007).
Tindakan yang dimaksud ini terdiri beberapa tindakan dalam rangka mencapai
tujuan mengubah perilaku masyarakat melalui rekayasa sosial. Kebijakan sebagai
pedoman untuk bertindak, bisa berwujud sederhana atau rumit, sifatnya umum atau
terperinci, kualitatif atau kuantatif, publik atau privat. Kebijakan dalam
konteks ini bisa berupa deklarasi suatu dasar, atau pedoman bertindak, arah
tindakan atau program aktivitas tertentu atau suatu rencana (Charles O Jones,
1984 dalam Arif Rohman, 2009).
Penggunaan istilah kebijakan oleh agen-agen pemerintah
seringkali untuk menggambarkan rentang kegiatan yang berbeda-beda mencakup:
a) definisi, b)
tujuan,
c) menentukan prioritas, c) menyusun rencana, dan d)
menspesifikasikan aturan-aturan keputusan. Dalam rentang kegiatan kebijakan,
bisa diidentifikasi beberapa komponen dari kebijakan, yaitu goal, plans,
program, decision, effect (Jenkins, 1978;15). Hal senada dijelaskan dasar-dasar
kebijakan, yaitu:
·
Suatu
penegasan dan tujuan,
·
Keputusan
untuk mengatur, mengendalikan, mempromosikan, melayani, dan mempengaruhi
lingkungan kewenangan,
·
Panduan
tindakan disresional,
·
Strategi guna
memecahkan suatu masalah,
·
Perilaku
yang mempunyai sanksi,
·
Norma,
konsistensi, peraturan, dan substantil,
·
Keluaran
dalam sistem kebijakan, dan
·
Pengaruh
dalam pembuatan kebijakan yang mengarah pada implementasi dan sasaran (Duke dan
Canady,1991).
Dari beragamnya pemahaman
tentang kebijakan dari berbagai
pakar dan tokoh manajemen di atas, dapat ditarik benang merah konsepsi
kebijakan sebagai aturan atau ketentuan tertulis dari keputusan
formal lembaga atau organisasi, sifatnya mengikat, mengatur perilaku orang guna
mencapai tujuan, menciptakan tata nilai baru dalam institusi atau organisasi.
Kebijakan juga jadi referensi para anggota organisasi atau institusi dalam
berperilaku (behavior). Kebijakan bersifat problem solving dan proaktif, beda
dengan peraturan (regulation) dan hukum (law) serta kebijakan bisa lebih
adaptif dan interpretatif, mengatur apa yang boleh dan tidak boleh. Kebijakan
mestinya bersifat umum saja tanpa menghilangkan ciri lokal spesifik. Oleh
karena itu kebijakan bisa memberi peluang dimaknai sesuai kondisi yang ada.
Asumsi tentang kebijakan mempunyai status khusus dalam model rasional sebagai
unsur yang secara relatif bertahan dalam uji konsistensinya. Dengan demikian,
kita bisa berbicara tentang kebijakan luar negeri, kebijakan sosial, atau
kebijakan pemasaran, kebijakan pendidikan, dimana seolah-olah istilah itu
menunjukan kebijakan lokal dari suatu tema universal, cara manipulasi
lingkungan eksternal dari organisasi, dan menggunakan tindakan bertujuan
tertentu.
2.
Analisis
Kebijakan (Policy Analisys)
Dalam Tim Revisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
ditemukan definisi analisis sebagai berikut 1) penyelidikan terhadap suatu
peristiwa (berupa karangan atau perbuatan) guna mengetahui kondisi faktuanya
(sebab-musabab, duduk perkaranya); 2) penguraian suatu pokok atas berbagai
telaah atas bagian itu sendiri atau hubungan antar unit untuk memperoleh
pemahaman yang tepat dan menyeluruh. Quade (1988-48), mengemukakan analisis
sebagai sebuah proses, terdiri:
·
Formulation
sebagai clarifying dan constraining the problem serta determining the
obyectives.
·
Search
merupakan identifying, designing dan screening the alternatives,
·
Forecasting
adalah predicting the future environment atau operational context,
·
Modeling
adalah building dan using models untuk determine the impact, dan
·
Evaluating
adalah comparing dan ranking the alternatives.
Lebih lanjut, analisis kebijakan dipandang sebagai
prosedur berpikir manusia yang sudah lama ada, sejak manusia mampu melahirkan,
memelihara pengetahuan dalam konteks tindakan yang mereka ambil sebagai
pilihannya. Beberapa expert lainnya memberikan pemahaman analisis kebijakan
sebagai kajian dari ilmu sosial terapan bertumpu pada argumentasi rasional,
fakta, data untuk menjelaskan, menilai, dan menghasilkan pemikiran terbaik
untuk memecahkan masalah, Analisis kebijakan sebagai the use of reason and
evidence berguna untuk choose the best policy among a number of alternatives
(Duncan MacRae. 1985:4) atau menekankan pada
instrumen pemilihan kebijakan
yaitu penalaran dan bukti-bukti. Hal senada dijelaskan
analisis kebijakan sebagai penerapan dari disiplin ilmu untuk menyelesaikan
masalah publik (Leslie Pal. 1992:16) yang menekankan pada instrumen pemahaman
kebijakan yakni aplikasi penalaran. Kajian tentang policy analisys…The study of
what government do, with what and why effect (Taylor, et al 1997:35) yang
menekankan pada objek/substansi kebijakan beserta alasan dan akibatnya. Dalam
kontek ilmiah, policy analisys concerned with what government do, why they do
it, and what difference it make…. termasuk juga terkait political science dan kemampuan tentang kajian akademik untuk
describe, analyse, and explain policy (Dye (1987) yang menekankan substansi,
alasan dan akibatnya pada kemampuan pengetahuan akademik dalam melakukan kajian
tentang kebijakan itu sendiri. Proses kajian analisis kebijakan itu, multidisipliner
yang dirancang secara kreatif, dengan penilaian kritis dan mengkomunikasikan
pada hal yang bermanfaat dan dipahami kebijakan itu (Nanang, 2012). Analisis
kebijakan sebagai tindakan penting untuk dibuatnya sebuah kebijakan, baik baru,
atau kebijakan sebagai konsekuensi dari kebijakan yang sudah ada sebelumnya
(Nugroho, 2004).
Dilakukan dengan sebuah telaah kritis terhadap isu
tertentu, melalui analisis oleh para pihak yang dipengaruhi kebijakan dengan
menggunakan ragam pendekatan, metode guna menghasilkan nasihat (rekomendasi)
kebijakan guna mencari solusi yang tepat dari berbagai masalah yang relevan
(Muhadjir, 2000)
Tokoh besar analisis kebijakan populer, William N Dunn
(2004) memahami Policy analysis is a problem solving discipline that draws on
theories, method, and substantive findings of the behavioral and social
sciences, social professional and political philosophy, as is usual with
complex activities, termasuk ada beberapa cara mendefinisikan analisis
kebijakan.
The one adopted di sini adalah bahwa analisis kebijakan
merupakan kajian multidisiplin ilmu untuk membuat, menilai secara kritis, dan
mengolah informasi yang berguna dalam memahami dan meningkatkan kualitas
kebijakan, sedangkan analisis kebijakan merupakan sebagai “the process of
producing knowledge of and in policy process”, aktivitas utama menghadirkan
pengetahuan, data dan fakta terkait proses menghadirkan kebijakan. Definisi
analisis kebijakan menurut William N. Dunn (2004) ini, ada empat hal yang
terkandung,
·
Analisis
kebijakan dimaknai sebagai ilmu sosial yang bisa diimplementasikan (terapkan),
artinya suatu realitas berupa hasil
nyata dari ilmu pengetahuan yang terlahir dari gerakan profesionalisme ilmu
sosial,
·
Analisis
kebijakan menghasilkan dan mendayagunakan informasi artinya mengumpulkan,
mengolah dan mendayagunakan data menjadi masukan bagi para pengambil keputusan,
·
Analisis
kebijakan menggunakan metode inquiri dan argumentasi berganda, dimana
penggunaan jenis, metode, dan teknik analisis kebijakan seperti metode
deskriptif, preskriptif, kuantitatif dan kualitatif atau mix method. Penggunaan
metode ini tergantung
pada sifat dan isu kebijakan yang disoroti,
·
Analisis kebijakan sebagai proses pengambilan
keputusan bersifat politis sebagai suatu upaya pendayagunaan dan pemaksimalan
peran informasi dalam konteks proses penetapan kebijakan (Masdin, 2009).
Termasuk dalam
analisis kebijakan menurut
William N. (2004) ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan, yaitu pendekatan
empiris, evaluatif dan normatif. Pendekatan empiris bertujuan menjawab
permasalahan fakta-fakta, begitu juga pendekatan evaluatif berupaya menemukan
nilai atas sesuatu, serta pendekatan normatif sebagai tindakan lanjut atas apa
yang mesti dilakukan pimpinan. Ketiga prosedur analisis kebijakan dapat
dijelaskan seperti dalam tabel 1.1 berikut ini.
Tabel
1.1 Prosedur Analisis kebijakan Pendidikan menurut waktu Tindakan
Tindakan
Kebijakan |
Deskripsi |
Evaluasi |
Rekomendasi |
Sebelum Tindakan (ex-ante) |
Prediksi |
- |
Preskripsi |
Sesudah Tindakan (ex-pose) |
Deskripsi |
Evaluasi |
- |
Dari uraian di atas,
dapat disintesiskan, analisis kebijakan pada prinsipnya untuk pemecahan
masalah yang dihadapi, sehingga perlu dibuat kebijakan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Analisis kebijakan bisa memperkirakan apa yang akan terjadi bila alternatif yang dipilih, ditetapkan dan
dilaksanakan, memperkirakan apa yang
akan terjadi kemudian, bagaimana dampak dari kebijakan itu, bila tidak
dilakukan alternatif kebijakan, apa tantangan
yang akan terjadi
baik kondisi politik,
sosial, dan budaya itu tidak dilaksanakan. Analisis kebijakan
mendeskripsikan kebijakan yang sedang dan yang akan dilaksanakan sehingga
diperoleh gambaran kekurangan dan kelebihannya alternatif tersebut, dengan
demikian ada lima tahapan analisis kebijakan, perumusan masalah, meramalkan
alternatif kebijakan (prediksi), merekomendasikan penerapan kebijakan
(preskripsi), Monitoring kebijakan (deskripsi), dan mengevaluasi kinerja
kebijakan. Penjelasan lebih lengkap tahapan analisis kebijakan diuraikan dalam
pokok bahasan tersendiri.
3.
Kebijakan
Pendidikan (Educational Policy)
Di atas sudah dijelaskan secara detail tentang definisi
kebijakan, salah satunya pada persoalan di bidang pendidikan. Sekarang akan
dielaborasi konsep kebijakan pendidikan yang bisa dipahami dalam dua makna
yaitu kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik, dan educational policy
merupakan bagian public policy. Realitasnya tidak bisa dipungkiri, bahwa
pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kawasan publik. Misalnya
pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan Ujian Nasional
(UN), Kebijakan lima hari sekolah
(Full Day School), Kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Kebijakan pengakuan
sertifikat akreditasi bagi lulusan
perguruan tinggi memasuki dunia kerja. Semua kebijakan itu, menimbulkan sikap
mendukung (pro) dan tidak setuju (kontra) di dalam masyarakat Indonesia.
Artinya semua kebijakan pendidikan itu, bukan hanya menjadi urusan segelintir
orang atau masyarakat tertentu saja, melainkan sudah menjadi urusan semua pihak
(public). Dengan demikian kebijakan-kebijakan yang diambil berkenaan dengan
dunia pendidikan juga menjadi bagian dari produk kebijakan publik (Sigit
Purnomo, 2010). Pertimbangan lainnya kebijakan pendidikan bagian dari
kebijakan publik, bisa
dicermati dari 1) kebijakan pendidikan memiliki dampak terhadap
masyarakat secara luas, 2) mengimplementasikan kebijakan pendidikan diperlukan
dana publik yang sangat besar, bahkan alokasi dana dari APBN untuk pendidikan
merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan sektor publik lainnya (Sigit
Purnomo, 2010).
Perspektif teoretis, kajian kebijakan pendidikan
merupakan bagian dari kajian kebijakan publik dibidang pendidikan mengatur
regulasi yang berkaitan penyerapan anggaran, alokasi sumber daya, distribusi
sumber, dan tata tertib
perilaku pendidik. (Arif
Rohman, 2009;107). Oleh karena
itu, kebijakan pendidikan pada tingkatan makro menjadi aplikasi ilmu pendidikan
sekaligus bagian dari applied sciences bidang pendidikan di sekolah dan luar
sekolah. Prinsip yang dimiliki ilmu pendidikan tidak berbeda dengan prinsip dan
konsep kebijakan publik pada umumnya. Fungsi pendidikan menjadi rangkaian dari
rumusan kebijakan publik. Termasuk
penerapan administrasi pendidikan
diarahkan menunjang pencapaian tujuan pendidikan, begitu juga untuk
fungsi serta strategi lainnya dari konsep manajerial prinsipnya sama dengan apa
yang dimplementasikan dalam lingkup manajemen dikaji dalam kebijakan publik.
(Sutapa, 2005).
Demikian pendidikan bagian dari public goods sekaligus
bukan private goods. Pada konteks ini, pendidikan bisa menjadi barang dan
layanan jasa milik umum (publik), dimana setiap masyarakat mempunyai hak yang
sama untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran seperti dituangkan dalam
amanat Undang-undang Dasar 1945,
Pasal 31 memiliki
pesan yang luar biasa untuk
menempatkan pendidikan dan menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah
melaksanakan peran mendasar yakni menyediakan akses dan kesempatan belajar.
Karenanya pendidikan masuk kategori public goods, mestinya diskursus kebijakan
pendidikan ini masuk dimensi kajian multidisipliner, termasuk mereka yang
menekuni bidang pendidikan, seperti administrasi/ manajemen pendidikan.
Pemahaman kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik
dapat digali dari ciri ciri kebijakan publik. Adapun ciri kebijakan pendidikan
sebagai kebijakan publik diantaranya adalah: a) kebijakan tersebut dibuat
oleh negara/lembaga yang berkaitan
dengan eksekutif, yudikatif dan legislatif b) kebijakan ditujukan untuk
mengatur kehidupan bersama c) mengatur masalah bersama. Kebijakan pendidikan
seringkali di dengar, dilakukan, tetapi seringkali tidak dipahami sepenuhnya.
Kedua kata yaitu kebijakan dan pendidikan memiliki makna luas dan bervariasi.
Kebijakan pendidikan sesungguhnya lahir dari ilmu pendidikan sebagai ilmu
praktis merupakan kesatauan antara teori dan praktik pendidikan yang mengatur
kehidupan manusia berkaitan dengan kebutuhan layanan pendidikan untuk
mencerdaskannya. Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan terdiri dari proses
analisis, perumusan dam pelaksanaan serta evaluasi kebijakan (Tilaar dan Riant
Nugroho, 2009). Berbicara tentang kebijakan
pendidikan Arif Rohman (2009:109) menyatakan kebijakan pendidikan
merupakan keputusan untuk pedoman bertindak baik bersifat simple maupun rumit,
umum serta khusus, baik terperinsi maupun sederhana dirumuskan dengan proses
politik disertai tindakan program dan rencana tertentu dalam menyelenggarakan
pendidikan Keseluruhan tahapan proses dilanjutkan hasil perumusan strategi
pendidikan dijabarkan dari visi. Misi, tujuan dan sasaran pendidikan guna mewujudkan
pendidikan nasional yang unggul dalam suatu decade waktu tertentu (Tilaar dan
Riant Nugroho, 20009).
Terkait dengan kebijakan pendidikan merupakan bagian dari
kebjiakan publik, banyak pihak juga memahami kebijakan pendidikan sebagai
kumpulan hukum atau perundang- undangan yang mengatur pelaksanaan sistem
pendidikan, mencakup didalamnya tujuan, proses, evaluasi dan tindak lanjut
pendidikan supaya tidak terjadi benturan konflik (conflict interest) antar
warga Negara dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Carter V. Good, (1959:18)
mendefiniskan educational policy is judgment, derived from some system of
values and some assesment of situational factors. Selanjutnya operating within
institutionalized education as general plan for guiding decision regarding means of
attaining desired educational objectives. Hal senada di jelaskan Hasbullah
(2015) mengemukakan kebijakan pendidikan sebagai proses dan hasil perumusan langkah strategis dari
lembaga pendidikan dijabarkan dari visi, misi, tujuan dan sasaran pendidikan,
dalam mewujudkan tujuan pendidikan di suatu masyarakat pada kurun waktu yang
ditentukan.
Hal senada dijelaskan H.A.R Tilaar & Riant Nugroho
(2009:267) bahwa kebijakan pendidikan kuncinya keunggulan, bahkan eksistensi
negara dalam memenangkan persaingan global sebaiknya mendapatkan prioritas
dalam kompetisi di era
globalisasi. Karena menjadi prioritas, maka
Herry (2015) menyatakan kebijakan
pendidikan merupakan
pengejawantahan dari visi dan misi pendidikan berdasarkan filsafat manusia dan
politik dalam konteks situasi politik, sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakatnya. Kebijakan pendidikan diambil oleh pemerintah atau mereka yang
memiliki kewenangan, maka apa yang dikatakan (diputuskan) dan dilakukan oleh
pemerintah dalam bidang pendidikan itulah yang dilaksanakan (Slamet, 2005).
Prasojo (2011) kebijakan pendidikan merupakan suatu
pertimbangan didasarkan pada sistem nilai serta beberapa faktor bersifat
situasional. pertimbangannya dijadikan dasar untuk menyelenggarakan pendidikan
bersifat melembaga. Kebijakan pendidikan tentunya menjadi faktor kunci bagi
keunggulan, dan eksistensi Negara dalam kompetisi global, sehingga kebijakan
pendidikan penting mendapatkan prioritas utama
untuk ditelaah secara kritis dan komprehensif (Dharmaningtias, 2013). Hal
senada disampaikan Olssen, Codd, dan O’neil (2004), menyatakan education policy
in the twenty-first century is the key to global security, sustainability and
survival...education policies are central to such global mission… Agar memiliki
daya saing dan nilai keekonomian, Margaret E. Goerzt (2001) mendefenisikan
kebijakan pendidikan berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran
pendidikan.
Dari uraian di atas disimpulkan kebijakan pendidikan
merupakan suatu keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau penyelenggara dalam
bidang pendidikan sebagai reaksi dari munculnya berbagai permasalahan
pendidikan yang menjadi perhatian publik, juga sebagai pedoman bertindak dan
solusi serta inovasi guna mencapai visi dan misi pendidikan oleh pemerintah maupun
aktor lainnya yang mengurusi pendidikan.
4.
Analisis Kebijakan Pendidikan
Sebelumnya kita sudah menjelaskan beberapa kata kunci
(keywords) yang membangun konstruksi logika berpikir tentang definisi analisis
kebijakan pendidikan. adalah prosedur yang menghasilkan informasi kependidikan,
menggunakan data sebagai salah satu masukan bagi perumusan beberapa alternatif
kebijakan dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis dalam rangka
memecahkan masalah kependidikan (Hanisy, 2013). Analisis kebijakan pendidikan
tentunya tidak semata-mata menganalis data dan informasi pendidikan, juga
memperhatikan seluruh aspek menyangkut proses pembuatan kebijakan, mulai dari
analisis masalah, pengumpulan informasi, penentuan alternatif, sampai pada
penyampaian alternatif tersebut
terhadap para pembuat keputusan tentang pendidikan. Rumusan alternatif
kebijakan pendidikan dihasilkan dari pelaksanaan analisis kebijakan pendidikan
tidak dengan sendirinya atau secara langsung dijadikan kebijakan.
Rumusan kebijakan, jika sudah
didukung kekuatan otoritas atau kewenangan yang ada, maka alternatif
kebijakan bisa berubah menjadi kebijakan. Jadi prosedur menghasilkan alternatif
kebijakan merupakan proses yang rasional. Sedangkan proses terjadinya kebijakan
menjadi bagiian dari merupakan proses politik (bargaining position) para pihak
yang memiliki kewenangan. Hal senada dijelaskan Suyahman (2016) menjelaskan
analisis kebijakan pendidikan merupakan prosedur yang menghasilkan informasi
kondisi pendidikan, menggunakan data sebagai masukan bagi perumusan alternatif
kebijakan pengambilan keputusan bersifat politis dalam upaya memecahkan masalah
pendidikan.
Disamping itu bisa dipahami bahwa banyak pihak memahami
pendidikan harus membebaskan diri dari politik, namun tidak ada satupun
kebijakan pendidikan yang bersifat strategis yang tidak terkait dengan politik.
Misalnya tujuan, nilai-nilai, arah, dan anggaran pendidikan. Semuanya adalah
kesepakatan politik yang terkait dengan pendidikan nasional. Jadi upaya
kanalisasi proses rasional dan politik, pengambilan kebijakan pendidikan kurang
menggambarkan keadaan faktual di lapangan. Realitasnya, banyak ditemui proses
rasional analisis kebijakan pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
politik. Proses rasional empiris analisis kebijakan pendidikan seringkali
digunakan sebagai dasar dalam perjuangan politik, sebaliknya, proses politik
menjadi salah satu bentuk proses rasional karena proses politik berorientasi
kepentingan masyarakat.
Dengan demikian kita bisa mendefenisikan analisis
kebijakan pendidikan sebagai ilmu sosial terapan sistematis disusun dalam
rangka mengetahui substansi kebijakan pendidikan, agar diketahui secara jelas
masalah yang akan dijawab oleh kebijakan dan masalah yang berpeluang timbul
sebagai akibat implementasi kebijakan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu
analisis kebijakan dalam bidang pendidikan menjadi suatu yang amat penting
dalam era demokrasi termasuk memasuki era revolusi industri 4.0. Artinya
pemerintah atau pihak-pihak yang memiliki kewenangan tidak dibiarkan
melaksanakan tindakan tertentu yang mempengaruhi masyarakat tanpa dipelajari
dan dikaji substansi, alasan dan akibatnya bagi masyarakat, disamping penting
juga bagi pembuat kebijakan guna memperbaiki, atau mempertahankan kebijakan
guna kemaslahatan masyarakat banyak atau kepentingan stakeholders pendidikan
itu sendiri.
B. Urgensi
Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis
kebijakan pendidikan menjadi penting menentukan arah dan pedoman
penyelenggaraan pendidikan di suatu negara.
Dalam penyelenggaraan pendidikan
tidak mungkin melepaskan dari kebijakan yang dibuat pemerintahan atau pihak
yang memiliki kewenangan di tempat lembaga pendidikan itu ada (ada lembaga
pendidikan negeri dan swasta). Dengan melakukan analisis kebijakan, kita akan
dapat mempelajari dan memahami kebijakan pemerintah atau pihak terkait sebagai
pengelola pendidikan dengan akurat, antara lain: 1) we can describe educational
policy—we can learn what government is doing (and not doing) ini welfare,
defence, education, civil right, health, energy, taxation, and so on; 2) we can
inquiry about the causes, or determinants of educational policy; 3) we can
inquiry about the consequences, or impact of educational policy (Thomas R Dye.
1987:5-6). Analisis kebijakan pendidikan amat penting dalam mencerdaskan
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Karena pendidikan
sebagai satu bagian dari dimensi kehidupan manusia yang punya pengaruh besar
bagi kehidupan manusia baik secara individual maupun sosial. Oleh karena itu berbagai
upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau publik yang memiliki kepedulian
terhadap pendidikan perlu dicermati, mengingat dampaknya yang sangat luas bagi
kehidupan manusia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu, analisis
kebijakan pendidikan perlu didasarkan pada suatu prinsip objektif, tidak hanya
untuk menyalahkan kebijakan pendidikan oleh pemerintah yang sedang berkuasa,
atau pihak lain sebagai penyelenggara pendidikan. Namun juga memberi gambaran
yang memungkinkan berupa perbaikan kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh
pemerintah atau penyelenggara pendidikan. Hal
ini tentu saja memerlukan suatu
pendekatan ilmiah yang objektif dan akurat. Dalam hubungan ini analisis
kebijakan pendidikan menjadi penting guna memahami dan memperbaiki kebijakan
apabila hasil analisis menunjukan konsekwensi yang belum sesuai dengan rencana
yang diharapkan.
Indonesia
sebagai negara hukum menitikberatkan pendidikan sebagai wahana memajukan
negara. Realitasnya kebijakan demi kebijakan seperti bongkar pasang
dengan dalil untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang optimal.
Kenyataannya hasilnya masih
jauh dari yang
diharapkan stakeholder. Contoh kebijakan pengalokasian pembiayaan
pendidikan 20% dari pemerintah pusat yaitu melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sedakan pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dengan dalil pengeluaran gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta tunjangan lainnya yang dimasukkan sebagai dana pendidikan,
maka dinilai sudah terpenuhi komitmen tersebut. Padahal sampai saat ini
kondisinya masih belum 100% dapat terlaksana, bahkan kurikulum yang
sering berubah-ubah, kebijakan ujian nasional dan lainnya. Inkonsistensi
pemerintah dalam memutuskan beberapa kebijakan pendidikan nasional seringkali
menimbulkan tanda tanya bahkan kontroversi pro dan kontra di tengah masyarakat
dan dunia pendidikan. Tuntutan paling mendesak dalam meningkatkan mutu
pendidikan dan relevan dengan dunia kerja yang semakin kompetitif adalah
peningkatan kemampuan para pemangku kepentingan dalam melakukan analisis
kebijakan pendidikan. Mereka sebagai pengambil keputusan tidak cukup hanya
dengan kemampuan mengetahui dan menguasai berbagai isu dan masalah pendidikan
yang relevan baik secara internal, eksternal maupun lintas sektoral. Para
analisis kebijakan pendidikan dituntut untuk menguasai teknik penelitian dan
pengembangan kebijakan pendidikan.
Isu dan masalah
pendidikan secara internal meliputi sistem pendidikan, komponen yang integral
antara lain, pendidikan dasar memiliki fungsi dalam menanamkan kemampuan dasar
peserta didik, pendidikan berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi,
tuntutan kerja dengan pendidikan profesional, termasuk pendidikan non formal,
serta komponen penunjang sistem pendidikan. Sedangkan isu dan masalah
pendidikan eksternal, terkait dengan integrasi komponen pendidikan dengan
kehidupan publik dalam berbagai aspek, antara lain; dinamika politik, situasi
ekonomi, pertumbuhan ketenagakerjaan, kondisi lingkungan hidup, serta gejala kehidupan
sosial dan budaya masyarakat. Dalam kaitannya ini analis kebijakan pendidikan
dipandang perlu mencurahkan sebagian besar perhatiannya guna memenuhi tantangan
dan peluang yang dimaksudkan. Kemampuannya melaksanakan analisis kebijakan
pendidikan tidak hanya dituntut menghasilkan gagasan pembaharuan pendidikan
berdasarkan isu dan dinamika yang realistis, sesuai dengan perkembangan zaman,
sekaligus perlu kemampuan mengkomunikasikan gagasan, ide dan solusi yang
dihasilkan, agar bisa terwujud dalam bentuk kebijakan pemerintah atau pihak
penyelenggara pendidikan dapat mengelola pendidikan sesuai harapan publik.
Kepedulian
pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan terlihat pada besaran alokasi dana
pendidikan dalam APBN, terus mengalami peningkatan. Hal menjadi indikasi adanya
keseriusan pemerintah dalam memberikan jaminan tiap warga negara mendapatkan
pendidikan yang memadai dan berkualitas. Namun sayangnya sebagian besar
masyarakat, menganggap pendidikan bukan menjadi hal utama dalam mewujudkan
kesejahteraan hidup. Selain itu pemerintah belum maksimal mengawasi
pengalokasian dana pendidikan. Realitasnya masih ada kesulitan yang dialami
sebagian masyarakat yang sudah menyadari akan pentingnya pendidikan, kesulitan
dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan pendidikan. Kondisi saat ini, pendidikan
kita masih terasa mahal sebagian masyarakat yang berada pada garis kehidupan di
bawah garis kemiskinan. Akibatnya masih terdapat ketimpangan sosial antara
sesama warga negara dalam mendapatkan layanan pendidikan. Untuk mendapatkan
kualitas pendidikan yang baik, namun dirasakan mahal oleh sebagian masyarakat.
Begitu juga pemerintah saat ini sudah melaksanakan program wajib belajar 12
tahun. Hal ini menjadi kecemasan warga masyarakat yang kurang mampu
menyekolahkan anaknya dengan biaya mahal.
C. Fungsi
Analisis Kebijakan Pendidikan
Faktor penentu
perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi organisasi pendidikan adalah
terlaksananya kebijakan dalam organisasi pendidikan dengan baik, berupa
keputusan-keputusan yang memuat tujuan, prinsip dan aturan dapat menggerakkan
sumber daya organisasi pendidikan dengan maksimal. Format kebijakan pendidikan
itu biasanya dicatat, dituliskan untuk pedoman pimpinan, staf, dan personel
organisasi pendidikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pembuatan
kebijakan (policy making) di bidang pendidikan memperhatikan faktor lingkungan
eksternal, masukan (input), proses (process), keluaran (output), dan umpan
balik (feedback) dari kebijakan pendidikan itu sendiri. Analisis kebijakan
pendidikan lakukan untuk pedoman bertindak, dalam mengarahkan kegiatan
pendidikan, organisasi sekolah atau lembaga pendidikan sebagai penyelenggara
dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Pedoman untuk
bertindak bagi pengambil keputusan dari analisis kebijakan pendidikan yang
dilaksanakan berfungsi:
·
Mencapai
ketertiban layanan pendidikan,
·
Menjamin
hak asasi setiap warga mendapatkan layanan pendidikan, 3
·
Program
kegiatan layanan pendidikan berjalan efektif,
·
Aktor
pendidikan dapat melaksanakan pendidikan,
·
Tertib
administrasi bisa diwujudkan.
Sedangkan fungsi lainnya dari analisis kebijakan
pendidikan, antara lain;
·
Fungsi
alokasi untuk pengembangan dan kajian tingkatan makro,
·
Fungsi
inkuiri, setiap bahasan isu dan masalah pendidikan integral dengan isu
strategis lainnya, misalnya analisis metodologis dan substansi, evaluasi dan
meta analisis kebijakan dan argumentasi kebijakan,
·
Fungsi
komunikasi bagi pihak terkait misalnya pembuat keputusan, perencana dan
pengelola, peneliti, pelaksana dan masyarakat sebagai pelanggan pendidikan.
D. Karakteristik
Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis
kebijakan pendidikan, dapat diidentifikasi beberapa karakteristik, antara lain:
1) suatu proses atau kegiatan sintesis dari berbagai informasi tentang layanan
pendidikan. Analisis kebijakan pendidikan memadukan berbagai informasi yang
masuk, diantaranya hasil penelitian yang dilakukan para ahli tentang layanan
pendidikan, sehingga diperoleh kesimpulan yang selaras dengan rekomendasi
penelitian tersebut. Hal ini berarti objek analisis kebijakan pendidikan adalah
proses penyusunan beserta paket kebijakan pendidikan itu sendiri. Kegiatan
utama analisis kebijakan pendidikan terdiri dari pengumpulan informasi selengkapnya,
penarikan kesimpulan dengan prinsip logis.
Dengan kaidah
ini, analisis kebijakan bisa dikategorikan didasari kaidah ilmiah, 2) informasi
menjadi sumber utama kajian analisis kebijakan yakni keluaran hasil penelitian.
Hasil-hasil penelitian analisis kebijakan merupakan output dari proses
pengolahan data penelitian yang siap digunakan membantu pengambilan keputusan
serta desain kebijakan pendidikan. Itulah pertimbangannya, analisis kebijakan
menjadi salah satu bentuk diseminasi hasil penelitian, 3) keluaran (output)
analisis kebijakan berupa rekomendasi pilihan (opsional) keputusan bisa juga
dalam bentuk desain kebijakan.
Output kebijakan
pendidikan lainnya berupa nasihat, petunjuk teknis standar operasional
procedural (SOP) berupa bahan, alur, urutan dan target pengambilan keputusan
tentang pendidikan. Oleh karena itu, analisis kebijakan pendidikan haruslah
ditampilkan dalam bentuk laporan yang jelas, singkat, padat dan lengkap
serta saksama, 4) klien (pengguna) analisis kebijakan
pendidikan adalah para pengambil keputusan dan kelompok yang berkepentingan
(interest groups) terhadap kebijakan yang ada. Umumnya
klien (pengguna)
analisis kebijakan pendidikan bersifat spesifik (khusus). Kaitannya berhubungan
langsung dengan output analisis kebijakan pendidikan berupa nasihat, arahan,
pedoman tentang kebijakan itu sendiri, 4) orientasi analisis kebijakan terhadap
klien (client oriented).
Pertimbangan ini menjadi implikasi dari karakteristik analisis kebijakan
pendidikan yang menghasilkan nasihat keputusan. Tanpa orientasi klien analisis
kebijakan pendidikan tidak akan mungkin siap guna. Ini berarti analisis
kebijakan pendidikan harus didasarkan pada dari, oleh dan untuk pengguna
(kliens). Analisis kebijakan pendidikan bisa dilakukan bila ada permintaan atau
patut diduga dengan pertimbangan benar- benar dibutuhkan pengguna (cliens).
Sehingga kehadiran analisis kebijakan pendidikan tentunya atas dorongan
kebutuhan mendesak pengguna atau client’s need push (Simatupang, P., 2017).
Pakar lainnya
yang mengidentikasi karakteristik analisis kebijakan pendidikan secara khusus,
yakni
·
Memiliki
tujuan pendidikan, dimana analisis kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan
jelas, terarah untuk memberikan kontribusi pada penyelesaian masalah pendidikan
yang fundamental,
·
Memenuhi
aspek legal-formal, analisis kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan
pra-syarat yang mesti dipenuhi agar kebijakan pendidikan bisa diakui dan secara
sah berlaku dalam suatu wilayah tertentu. Maka, kebijakan pendidikan mesti
memenuhi syarat secara konstitusional (legal formal) sesuai jenjang hierarki
konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan
resmi berlaku di seluruh wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu
kebijakan pendidikan yang legitimate,
·
Memiliki
konsep operasional, analisis kebijakan pendidikan merupakan panduan bersifat
umum, untuk itu harus mempunyai nilai manfaat bagi operasional sekaligus dapat
diimplementasikan.
Untuk itu
kebijakan pendidikan adalah sebuah keharusan dalam memperjelas
skema pencapaian tujuan
pendidikan yang diinginkan stakeholder. Apalagi kebutuhan akan analisis
kebijakan pendidikan sebagai fungsi dukungan dalam pengambilan keputusan, 4)
dibuat oleh yang berwenang, kebijakan pendidikan semestinya memiliki kewenangan
untuk memaksa pihak terkait, sehingga tak sampai menimbulkan efek kerusakan
pendidikan dan lingkungannya. Para pengelola (administrator) pendidikan,
politisi dan analis kebijakan yang terkait langsung dengan kebijakan pendidikan
adalah unsur utama pembuat kebijakan pendidikan, 5) dapat dievaluasi, analisis
kebijakan pendidikan Hakikatnya tak luput dari berbagai keadaan yang
sesungguhnya perlu ditindaklanjuti. Jika memiliki kebaikan, maka perlu
dipertahankan bahkan dikembangkan, sebaliknya jika mengandung kelemahan, maka
harus bisa diperbaiki. Analisis kebijakan pendidikan mempunyai karakter yang
memungkinkan bisa diberlakukan evaluasi secara mudah, sederhana dan efektif, 6)
memiliki sistematika, analisis kebijakan pendidikan menjadi sebuah sistem, oleh
sebab itu harus memiliki sistematika yang jelas, representatif menyangkut
segenap aspek yang ingin kelola olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki
prinsip efektif, efisien serta sustainability yang tinggi agar analisis
kebijakan pendidikan jauh dari sifat pragmatis, diskriminatif, serta struktur
yang ada masih rapuh akibat berbagai faktor yang saling berbenturan satu dan
lainnya. Hal ini perlu diperhatikan dengan teliti, hati-hati agar
pemberlakuannya tidak menimbulkan kecacatan hukum baik internal maupun
eksternal. Kemudian, secara eksternal pun analisis kebijakan pendidikan
semestinya berpadu dengan kebijakan lain. misalnya kebijakan politik, kebijakan
penganggaran. Sekaligus kebijakan pendidikan di pusat, daerah dan lembaga
pendidikan masing-masing (Gunawan, A. H., 1986).
Karakteristik
analisis kebijakan pendidikan lainnya yang belum ada pada uraian di atas,
antara lain
·
Fase
inventori merupakan fase pencarian, yang sifatnya terbatas, cakupan dan ditujukan pada isu atau masalah pendidikan
tertentu,
·
Mencari
pilihan alternatif, yang selanjutnya dievalusi dan diteruskan kepada klien,
·
Mempersiapkan
memorandum (peringatan), dokumen masalah, dokumen kebijakan, atau draf
perundang-undangan,
·
Pelanggan
khusus, pimpinan puncak, pegawai pemerintah, stakeholder terkait, , atau
pihak sponsor, pengguna kemungkinan memiliki pandangan tertentu terhadap
masalah
·
Orientasi
pada isu atau masalah, yang tergambarkan alternatifnya sebagai sikap reaktif,
·
Horison
waktu cenderung disetujui pejabat terpilih dan/atau belum pasti terpilih,
·
Pendekatan
politik untuk mencapai tujuan.
E. Nilai-Nilai
Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis
kebijakan pendidikan sangat terkait dengan persoalan nilai, moral dan etika,
karena rekomendasi analisis kebijakan pendidikan menuntun kita menentukan
berbagai alternatif mana yang bernilai lebih dan mengapa demikian?. Rekomendasi
yang dihasilkan berkenaan pemilihan secara bernalar, dilengkapi dua atau lebih
alternatif sebagai solusi.
Lebih lanjut Anderson (2006) dalam buku Irfan M Islamy, (1994:21) menyatakan kebijakan memiliki nilai-nilai sebagai berikut, yaitu: 1) nilai politik, mencakup kepentingan kelompok dan golongan dan tempat beraflikasi para aktor kebijakan pendidikan, 2) nilai organisasi mencakup mempertahankan keberadaan organisasi pendidikan, memperluas program, dan aktivitas organisasi pendidikan. 3) nilai pribadi, mencakup nilai seseorang karena sejarah kehidupan pribadinya. 4) nilai kebijakan mencakup nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, dan kebersamaan, 5) nilai ideologis mencakup nilai yang terkoneksi secara logis membentuk alam pikiran tentang dunia dan menuntun tindakannya.
klik DISINI untuk mendownload file MS WORD
0 comments:
Post a Comment