Wednesday, March 9, 2022

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN

 

KONSEP DASAR

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN

 

A.      Definisi Analisis Kebijakan Pendidikan

Bagian ini menjelaskan beberapa kata kunci (keyword), untuk memberikan pemahaman kita lebih komprehensif dan holistik tentang analisis kebijakan pendidikan, antara lain kebijakan (policy), kebijakan pendidikan, analisis kebijakan, sampai pada konsepsi analisis kebijakan pendidikan.

1.         Kebijakan (Policy)

Istilah kebijakan (policy) seringkali diterjemahkan dengan politik, aturan, program, keputusan, undang- undang, peraturan, konvensi, ketentuan,kesepahaman, dan rencana strategis lainnya. Beragam pandangan tentang istilah kebijakan, Stephen J. Ball (2012) menyatakan policy as text and discourse yang menarik untuk dielaborasi. Misalnya penggunaan istilah diberbagai Negara yang beragam di Inggris, policy berarti kebijakan; Latin politia, berarti politik; Yunani, polis berarti Negara, Sanskrit, Pur berari kota; (Ali Imron, 1996).

Ditelusuri lebih mendalam, kebijakan (policy) dalam kamus bahasa InggrĂ­s diartikan sebagai: 

·      Plan  of  action, esp. one made by government,  business  company,  etc; 

·      Wise, sensible conduct.

Dalam and English Reader’s Dictionary, konsep policy diartikan sebagai;

·      a course of conduct based on principle or advisability;

·      a contract of Insurance;

·      a form of lottery (AS Hornby and EC Parnwell, 1969).

Melengkapi pemahaman kita tentang konsep kebijakan bisa merujuk pada the new American Webster Dictionary, menjelaskan kebijakan (policy) didefenisikan sebagai

·      Metode pemerintahan (method of  government),  sistem  penilaian  regulasi  (system of regulative measure), tata tertib (course of conduct);

·      Sag#acity in management;

·      Dokumen perlindungan/jaminan (a document containing a contract of insurance in full), Jaminan kebijakan (insurance policy);

·      Sebuah pemainan judi atau a gambling game (Neufeldt, & Sparks, 2002).

Dikomparasikan dengan definisi kebijakan dalam Tim Revisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kebijakan dimaknai sebagai kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, juga di pandang sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, juga kepemimpinan atau cara bertindak pemerintah, organisasi dan/atau sebagai pernyataan cita-cita, tujuan (goal), prinsip (maksud) sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran. Pengelompokkan istilah kebijakan juga beraneka ragam penggunaan, antara lain:

·         Kebijakan as a label for a field of activity,

·         Kebijakan as an expression of general purpose or desired state of affaers,

·         Kebijakan as specific proposals,

·         Kebijakan as decision of government,

·         Kebijakan as formal authorization,

·         Policy as a programme,

·         Kebijakan as output,

·         Policy as a outcome,

·         Policy as a theory or model,

·         Policy as a process (Hogwood dan Gun, 1986:13-9).

Keragaman pemahaman dan makna kebijakan di atas juga ditopang dari perbedaan asal kata kebijakan di Negara-negara di dunia, Implikasinya juga pada artikulasi dan konsep yang bervariasi tentang kebijakan. Ada yang menyebut “policy” dalam sebutan kebijaksanaan, padahal maknanya berbeda dengan kebijakan. Dimana kebijaksanaan mencermikan kearifan seseorang, sedangkan kebijakan merupakan aturan tertulis hasil keputusan resmi organisasi.  

Misalnya, kebijakan didefenisikan sebagai:

·         Undang-undang,

·         Peraturan Pemerintah,

·         Keputusan Presiden,

·         Keputusan Menteri,

·         Peraturan Daerah,

·         Keputusan Bupati, dan

·         Keputusan Direktur dan lainnya.

Dokumen kebijakan ini sifatnya mengikat, wajib dilaksanakan oleh sasaran kebijakan. Hal senada dijelaskan kebijakan merupakan keputusan pemerintah bersifat umum, berlaku untuk seluruh anggota masyarakat (Abidin, 2006). Begitu juga kebijakan itu memberi informasi pada kita tentang ruang lingkupnya bersifat umum (makro), sedang (meso), dan mendetail (mikro). Seperti dipahami. Ahearne, J. (2009) mendefenisikan kebijakan (policy) is the implicit or explicit specification of courses of purposive action being followed/to be followed in dealing with a recognized problem/matter of concern, and directed toward the accomplishment of some intended/desired set of goal. Policy also can be thought of as a position or stance developed in response to a problem or issue of conflict, and directed toward a particular objective. Kebijakan choosen course of action significantly affecting large number of member organization (MacRae, 1985).

Banyak ahli maupun akademisi turut serta memiliki pendapat yang beragam tentang kebijakan sebagai proses pengambilan keputusan, sebagai dijelaskan Koontz dan Donnell (1987) yang mengemukakan kebijakan (policy) adalah pernyataan atau pemahaman umum berisikan pedoman, pemikiran dalam proses pengambilan keputusan yang mengikat dan memiliki esensi pada batasan tertentu dalam   pengambilan   keputusan.   Anderson   (2006)   dalam Taufiqurokhman (2014) menyatakan tujuan kebijakan a purposive course of action followed by an actor (set of actors) in dealing with a problem (matter of concern). Fokus kebijakan attention in what actually done againts what is purposed (intended), dan kebijakan berbeda dengan keputusan. Karena kebijakan merupakan rangkaian tindakan yang memiliki tujuan tertentu diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku lainnya guna memecahkan suatu masalah yang menjadi perhatian banyak pihak (William N. Dunn, 2004).

Pakar lainnya kebijakan menjadi bagian dari perencanaan guna mempersiapkan seperangkat keputusan yang berhubungan dengan biaya, personil, jadwal untuk mencapai tujuan (goals,) yang dilakukan oleh sejumlah aktor terdiri pimpinan, bawahan, lembaga pemerintah atau swasta dalam suatu bidang atau kegiatan tertentu (Wahab,1997). Begitu juga Charles Lindblom (1968). kebijakan itu berkaitan erat dengan proses pengambilan suatu keputusan. Karena pada dasarnya sama memilih diantara alternatif yang tersedia. Hal senada diungkapkan Maskuri (2017) Kebijakan adalah sebuah prinsip atau cara yang digunakan untuk dipilih dalam proses mengarahkan pengambilan keputusan. Masih terkait dengan outnya keputusan, Nurcholis (dalam Tahir Arifin 2011:44-45) juga mendefinisikan kebijakan sebagai keputusan organisasi, untuk mencapai tujuan (goals), memperhatikan ketentuan yang ada sebagai pedoman berperilaku oleh;

·         Kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksanaan kebijakan,

·         Ditetapkan baik dalam hubungan dengan organisasi (unit) pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang memuat prinsip untuk mengarahkan (directing), cara bertindak secara terencana dan konsisten fokus mencapai tujuan (Suharto, 2008).

Dalam konteks lain dijelaskan kebijakan tidak hanya sekedar mengatur sistem operasional secara internal, juga mengatur hal-hal yang terkait dengan fungsi secara konseptual diantara sistem (Sagala, 2017). Sehingga kebijakan juga diterjemahkan sebagai pernyataan deklarasi mengenai dasar pedoman bertindak, arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas–aktivitas tertentu atau suatu rencana (Wahab, 1997). Masih terkait definisi kebijakan (policy) sebagai serangkaian tindakan/dasar untuk bertindak dalam mencapai tujuan atau serangkaian tujuan tertentu baik secara tersirat maupun tersurat. Sementara titik berat kebijakan berada pada dampak atau pengaruh dari suatu tindakan pemerintah atau negara yang secara signifikan mempengaruhi masyarakat luas (Suwitri,2008).

Bahkan Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt (1973) mencermati kebijakan (policy) terdiri dari keputusan ditandai dengan  behavioral consistency and repetitiveness   prinsipnya on the part of both those who make it and those who abide by it (Joness,1984). Kebijakan berkenaan dengan gagasan manajerial organisasi, berupa pola formal yang sudah diterima pemerintah atau lembaga lainnya sehingga mereka berusaha mencapai tujuannya (Syafaruddin, 2008).

Kebijakan sering juga dimaknai sebagai sebuah rekayasa sosial (social engineering), sehingga kebijakan seringkali dirumuskan penguasa. Seiring dengan itu kebijakan umumnya dimaknai sebagai tahapan tindakan yang dilakukan atau tidak oleh perorangan ataupun kelompok tertentu (Sudiyono, 2007). Tindakan yang dimaksud ini terdiri beberapa tindakan dalam rangka mencapai tujuan mengubah perilaku masyarakat melalui rekayasa sosial. Kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak, bisa berwujud sederhana atau rumit, sifatnya umum atau terperinci, kualitatif atau kuantatif, publik atau privat. Kebijakan dalam konteks ini bisa berupa deklarasi suatu dasar, atau pedoman bertindak, arah tindakan atau program aktivitas tertentu atau suatu rencana (Charles O Jones, 1984 dalam Arif Rohman, 2009).

Penggunaan istilah kebijakan oleh agen-agen pemerintah seringkali untuk menggambarkan rentang kegiatan yang  berbeda-beda    mencakup:    a)    definisi,    b)    tujuan,

c) menentukan prioritas, c) menyusun rencana, dan d) menspesifikasikan aturan-aturan keputusan. Dalam rentang kegiatan kebijakan, bisa diidentifikasi beberapa komponen dari kebijakan, yaitu goal, plans, program, decision, effect (Jenkins, 1978;15). Hal senada dijelaskan dasar-dasar kebijakan, yaitu:

·         Suatu penegasan dan tujuan,

·         Keputusan untuk mengatur, mengendalikan, mempromosikan, melayani, dan mempengaruhi lingkungan kewenangan,

·         Panduan tindakan disresional, 

·         Strategi  guna  memecahkan  suatu  masalah,

·         Perilaku yang mempunyai sanksi,

·         Norma, konsistensi, peraturan, dan substantil,

·         Keluaran dalam sistem kebijakan, dan

·         Pengaruh dalam pembuatan kebijakan yang mengarah pada implementasi dan sasaran (Duke dan Canady,1991).

Dari beragamnya pemahaman  tentang  kebijakan dari berbagai pakar dan tokoh manajemen di atas, dapat ditarik benang merah  konsepsi  kebijakan  sebagai  aturan atau ketentuan tertulis dari keputusan formal lembaga atau organisasi, sifatnya mengikat, mengatur perilaku orang guna mencapai tujuan, menciptakan tata nilai baru dalam institusi atau organisasi. Kebijakan juga jadi referensi para anggota organisasi atau institusi dalam berperilaku (behavior). Kebijakan bersifat problem solving dan proaktif, beda dengan peraturan (regulation) dan hukum (law) serta kebijakan bisa lebih adaptif dan interpretatif, mengatur apa yang boleh dan tidak boleh. Kebijakan mestinya bersifat umum saja tanpa menghilangkan ciri lokal spesifik. Oleh karena itu kebijakan bisa memberi peluang dimaknai sesuai kondisi yang ada. Asumsi tentang kebijakan mempunyai status khusus dalam model rasional sebagai unsur yang secara relatif bertahan dalam uji konsistensinya. Dengan demikian, kita bisa berbicara tentang kebijakan luar negeri, kebijakan sosial, atau kebijakan pemasaran, kebijakan pendidikan, dimana seolah-olah istilah itu menunjukan kebijakan lokal dari suatu tema universal, cara manipulasi lingkungan eksternal dari organisasi, dan menggunakan tindakan bertujuan tertentu.


 

2.         Analisis Kebijakan (Policy Analisys)

Dalam Tim Revisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) ditemukan definisi analisis sebagai berikut 1) penyelidikan terhadap suatu peristiwa (berupa karangan atau perbuatan) guna mengetahui kondisi faktuanya (sebab-musabab, duduk perkaranya); 2) penguraian suatu pokok atas berbagai telaah atas bagian itu sendiri atau hubungan antar unit untuk memperoleh pemahaman yang tepat dan menyeluruh. Quade (1988-48), mengemukakan analisis sebagai sebuah proses, terdiri:

·         Formulation sebagai clarifying dan constraining the problem serta determining the obyectives.

·         Search merupakan identifying, designing dan screening the alternatives,

·         Forecasting adalah predicting the future environment atau operational context,

·         Modeling adalah building dan using models untuk determine the impact, dan

·         Evaluating adalah comparing dan ranking the alternatives.

Lebih lanjut, analisis kebijakan dipandang sebagai prosedur berpikir manusia yang sudah lama ada, sejak manusia mampu melahirkan, memelihara pengetahuan dalam konteks tindakan yang mereka ambil sebagai pilihannya. Beberapa expert lainnya memberikan pemahaman analisis kebijakan sebagai kajian dari ilmu sosial terapan bertumpu pada argumentasi rasional, fakta, data untuk menjelaskan, menilai, dan menghasilkan pemikiran terbaik untuk memecahkan masalah, Analisis kebijakan sebagai the use of reason and evidence berguna untuk choose the best policy among a number of alternatives (Duncan MacRae. 1985:4) atau menekankan pada  instrumen  pemilihan  kebijakan  yaitu  penalaran  dan bukti-bukti. Hal senada dijelaskan analisis kebijakan sebagai penerapan dari disiplin ilmu untuk menyelesaikan masalah publik (Leslie Pal. 1992:16) yang menekankan pada instrumen pemahaman kebijakan yakni aplikasi penalaran. Kajian tentang policy analisys…The study of what government do, with what and why effect (Taylor, et al 1997:35) yang menekankan pada objek/substansi kebijakan beserta alasan dan akibatnya. Dalam kontek ilmiah, policy analisys concerned with what government do, why they do it, and what difference it make…. termasuk juga terkait political science dan  kemampuan tentang kajian akademik untuk describe, analyse, and explain policy (Dye (1987) yang menekankan substansi, alasan dan akibatnya pada kemampuan pengetahuan akademik dalam melakukan kajian tentang kebijakan itu sendiri. Proses kajian analisis kebijakan itu, multidisipliner yang dirancang secara kreatif, dengan penilaian kritis dan mengkomunikasikan pada hal yang bermanfaat dan dipahami kebijakan itu (Nanang, 2012). Analisis kebijakan sebagai tindakan penting untuk dibuatnya sebuah kebijakan, baik baru, atau kebijakan sebagai konsekuensi dari kebijakan yang sudah ada sebelumnya (Nugroho, 2004).

Dilakukan dengan sebuah telaah kritis terhadap isu tertentu, melalui analisis oleh para pihak yang dipengaruhi kebijakan dengan menggunakan ragam pendekatan, metode guna menghasilkan nasihat (rekomendasi) kebijakan guna mencari solusi yang tepat dari berbagai masalah yang relevan (Muhadjir, 2000)

Tokoh besar analisis kebijakan populer, William N Dunn (2004) memahami Policy analysis is a problem solving discipline that draws on theories, method, and substantive findings of the behavioral and social sciences, social professional and political philosophy, as is usual with complex activities, termasuk ada beberapa cara mendefinisikan analisis kebijakan.

The one adopted di sini adalah bahwa analisis kebijakan merupakan kajian multidisiplin ilmu untuk membuat, menilai secara kritis, dan mengolah informasi yang berguna dalam memahami dan meningkatkan kualitas kebijakan, sedangkan analisis kebijakan merupakan sebagai “the process of producing knowledge of and in policy process”, aktivitas utama menghadirkan pengetahuan, data dan fakta terkait proses menghadirkan kebijakan. Definisi analisis kebijakan menurut William N. Dunn (2004) ini, ada empat hal yang terkandung,

·         Analisis kebijakan dimaknai sebagai ilmu sosial yang bisa diimplementasikan (terapkan), artinya suatu realitas  berupa hasil nyata dari ilmu pengetahuan yang terlahir dari gerakan profesionalisme ilmu sosial,

·         Analisis kebijakan menghasilkan dan mendayagunakan informasi artinya mengumpulkan, mengolah dan mendayagunakan data menjadi masukan  bagi para pengambil keputusan,

·         Analisis kebijakan menggunakan metode inquiri dan argumentasi berganda, dimana penggunaan jenis, metode, dan teknik analisis kebijakan seperti metode deskriptif, preskriptif, kuantitatif dan kualitatif atau mix method.  Penggunaan  metode  ini  tergantung  pada sifat dan isu kebijakan yang disoroti,

·         Analisis  kebijakan sebagai proses pengambilan keputusan bersifat politis sebagai suatu upaya pendayagunaan dan pemaksimalan peran informasi dalam konteks proses penetapan kebijakan (Masdin, 2009).

Termasuk dalam  analisis  kebijakan  menurut  William N. (2004) ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan, yaitu pendekatan empiris, evaluatif dan normatif. Pendekatan empiris bertujuan menjawab permasalahan fakta-fakta, begitu juga pendekatan evaluatif berupaya menemukan nilai atas sesuatu, serta pendekatan normatif sebagai tindakan lanjut atas apa yang mesti dilakukan pimpinan. Ketiga prosedur analisis kebijakan dapat dijelaskan seperti dalam tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Prosedur Analisis kebijakan Pendidikan menurut waktu Tindakan

Tindakan Kebijakan

Deskripsi

Evaluasi

Rekomendasi

Sebelum Tindakan (ex-ante)

Prediksi

-

Preskripsi

Sesudah Tindakan (ex-pose)

Deskripsi

Evaluasi

-

Dari uraian di atas, dapat disintesiskan, analisis kebijakan pada prinsipnya untuk   pemecahan   masalah yang dihadapi, sehingga perlu dibuat kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Analisis kebijakan bisa memperkirakan apa yang akan terjadi bila alternatif yang dipilih, ditetapkan dan dilaksanakan,   memperkirakan apa yang akan terjadi kemudian, bagaimana dampak dari kebijakan itu, bila tidak dilakukan alternatif kebijakan, apa tantangan  yang  akan  terjadi  baik  kondisi  politik,  sosial, dan budaya itu tidak dilaksanakan. Analisis kebijakan mendeskripsikan kebijakan yang sedang dan yang akan dilaksanakan sehingga diperoleh gambaran kekurangan dan kelebihannya alternatif tersebut, dengan demikian ada lima tahapan analisis kebijakan, perumusan masalah, meramalkan alternatif kebijakan (prediksi), merekomendasikan penerapan kebijakan (preskripsi), Monitoring kebijakan (deskripsi), dan mengevaluasi kinerja kebijakan. Penjelasan lebih lengkap tahapan analisis kebijakan diuraikan dalam pokok bahasan tersendiri.

3.         Kebijakan Pendidikan (Educational Policy)

Di atas sudah dijelaskan secara detail tentang definisi kebijakan, salah satunya pada persoalan di bidang pendidikan. Sekarang akan dielaborasi konsep kebijakan pendidikan yang bisa dipahami dalam dua makna yaitu kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik, dan educational policy merupakan bagian public policy. Realitasnya tidak bisa dipungkiri, bahwa pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kawasan publik. Misalnya pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan Ujian  Nasional  (UN),  Kebijakan lima hari sekolah (Full Day School), Kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Kebijakan pengakuan sertifikat  akreditasi bagi lulusan perguruan tinggi memasuki dunia kerja. Semua kebijakan itu, menimbulkan sikap mendukung (pro) dan tidak setuju (kontra) di dalam masyarakat Indonesia. Artinya semua kebijakan pendidikan itu, bukan hanya menjadi urusan segelintir orang atau masyarakat tertentu saja, melainkan sudah menjadi urusan semua pihak (public). Dengan demikian kebijakan-kebijakan yang diambil berkenaan dengan dunia pendidikan juga menjadi bagian dari produk kebijakan publik (Sigit Purnomo, 2010). Pertimbangan lainnya kebijakan pendidikan bagian  dari  kebijakan  publik,  bisa  dicermati dari 1) kebijakan pendidikan memiliki dampak terhadap masyarakat secara luas, 2) mengimplementasikan kebijakan pendidikan diperlukan dana publik yang sangat besar, bahkan alokasi dana dari APBN untuk pendidikan merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan sektor publik lainnya (Sigit Purnomo, 2010).

Perspektif teoretis, kajian kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kajian kebijakan publik dibidang pendidikan mengatur regulasi yang berkaitan penyerapan anggaran, alokasi sumber daya,  distribusi  sumber,  dan tata tertib perilaku  pendidik.  (Arif  Rohman,  2009;107). Oleh karena itu, kebijakan pendidikan pada tingkatan makro menjadi aplikasi ilmu pendidikan sekaligus bagian dari applied sciences bidang pendidikan di sekolah dan luar sekolah. Prinsip yang dimiliki ilmu pendidikan tidak berbeda dengan prinsip dan konsep kebijakan publik pada umumnya. Fungsi pendidikan menjadi rangkaian dari rumusan kebijakan publik. Termasuk   penerapan   administrasi   pendidikan   diarahkan menunjang pencapaian tujuan pendidikan, begitu juga untuk fungsi serta strategi lainnya dari konsep manajerial prinsipnya sama dengan apa yang dimplementasikan dalam lingkup manajemen dikaji dalam kebijakan publik. (Sutapa, 2005).

Demikian pendidikan bagian dari public goods sekaligus bukan private goods. Pada konteks ini, pendidikan bisa menjadi barang dan layanan jasa milik umum (publik), dimana setiap masyarakat mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran seperti dituangkan dalam amanat Undang-undang  Dasar  1945,  Pasal  31  memiliki  pesan  yang luar biasa untuk menempatkan pendidikan dan menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan peran mendasar yakni menyediakan akses dan kesempatan belajar. Karenanya pendidikan masuk kategori public goods, mestinya diskursus kebijakan pendidikan ini masuk dimensi kajian multidisipliner, termasuk mereka yang menekuni bidang pendidikan, seperti administrasi/ manajemen pendidikan.

Pemahaman kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik dapat digali dari ciri ciri kebijakan publik. Adapun ciri kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik diantaranya adalah: a) kebijakan tersebut dibuat oleh  negara/lembaga yang berkaitan dengan eksekutif, yudikatif dan legislatif b) kebijakan ditujukan untuk mengatur kehidupan bersama c) mengatur masalah bersama. Kebijakan pendidikan seringkali di dengar, dilakukan, tetapi seringkali tidak dipahami sepenuhnya. Kedua kata yaitu kebijakan dan pendidikan memiliki makna luas dan bervariasi. Kebijakan pendidikan sesungguhnya lahir dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis merupakan kesatauan antara teori dan praktik pendidikan yang mengatur kehidupan manusia berkaitan dengan kebutuhan layanan pendidikan untuk mencerdaskannya. Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan terdiri dari proses analisis, perumusan dam pelaksanaan serta evaluasi kebijakan (Tilaar dan Riant Nugroho, 2009). Berbicara tentang kebijakan  pendidikan Arif Rohman (2009:109) menyatakan kebijakan pendidikan merupakan keputusan untuk pedoman bertindak baik bersifat simple maupun rumit, umum serta khusus, baik terperinsi maupun sederhana dirumuskan dengan proses politik disertai tindakan program dan rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan Keseluruhan tahapan proses dilanjutkan hasil perumusan strategi pendidikan dijabarkan dari visi. Misi, tujuan dan sasaran pendidikan guna mewujudkan pendidikan nasional yang unggul dalam suatu decade waktu tertentu (Tilaar dan Riant Nugroho, 20009).

Terkait dengan kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebjiakan publik, banyak pihak juga memahami kebijakan pendidikan sebagai kumpulan hukum atau perundang- undangan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, mencakup didalamnya tujuan, proses, evaluasi dan tindak lanjut pendidikan supaya tidak terjadi benturan konflik (conflict interest) antar warga Negara dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Carter V. Good, (1959:18) mendefiniskan educational policy is judgment, derived from some system of values and some assesment of situational factors. Selanjutnya operating within institutionalized education as  general  plan for guiding decision regarding means of attaining desired educational objectives. Hal senada di jelaskan Hasbullah (2015) mengemukakan kebijakan pendidikan sebagai proses  dan hasil perumusan langkah strategis dari lembaga pendidikan dijabarkan dari visi, misi, tujuan dan sasaran pendidikan, dalam mewujudkan tujuan pendidikan di suatu masyarakat pada kurun waktu yang ditentukan.

Hal senada dijelaskan H.A.R Tilaar & Riant Nugroho (2009:267) bahwa kebijakan pendidikan kuncinya keunggulan, bahkan eksistensi negara dalam memenangkan persaingan global sebaiknya mendapatkan  prioritas  dalam  kompetisi di era globalisasi. Karena menjadi prioritas, maka  Herry (2015)  menyatakan  kebijakan  pendidikan  merupakan pengejawantahan dari visi dan misi pendidikan berdasarkan filsafat manusia dan politik dalam konteks situasi politik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakatnya. Kebijakan pendidikan diambil oleh pemerintah atau mereka yang memiliki kewenangan, maka apa yang dikatakan (diputuskan) dan dilakukan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan itulah yang dilaksanakan (Slamet, 2005).

Prasojo (2011) kebijakan pendidikan merupakan suatu pertimbangan didasarkan pada sistem nilai serta beberapa faktor bersifat situasional. pertimbangannya dijadikan dasar untuk menyelenggarakan pendidikan bersifat melembaga. Kebijakan pendidikan tentunya menjadi faktor kunci bagi keunggulan, dan eksistensi Negara dalam kompetisi global, sehingga kebijakan pendidikan penting mendapatkan prioritas utama  untuk ditelaah secara  kritis  dan komprehensif (Dharmaningtias, 2013). Hal senada disampaikan Olssen, Codd, dan O’neil (2004), menyatakan education policy in the twenty-first century is the key to global security, sustainability and survival...education policies are central to such global mission… Agar memiliki daya saing dan nilai keekonomian, Margaret E. Goerzt (2001) mendefenisikan kebijakan pendidikan berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan.

Dari uraian di atas disimpulkan kebijakan pendidikan merupakan suatu keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau penyelenggara dalam bidang pendidikan sebagai reaksi dari munculnya berbagai permasalahan pendidikan yang menjadi perhatian publik, juga sebagai pedoman bertindak dan solusi serta inovasi guna mencapai visi dan misi pendidikan oleh pemerintah maupun aktor lainnya yang mengurusi pendidikan.

4.         Analisis Kebijakan Pendidikan

Sebelumnya kita sudah menjelaskan beberapa kata kunci (keywords) yang membangun konstruksi logika berpikir tentang definisi analisis kebijakan pendidikan. adalah prosedur yang menghasilkan informasi kependidikan, menggunakan data sebagai salah satu masukan bagi perumusan beberapa alternatif kebijakan dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis dalam rangka memecahkan masalah kependidikan (Hanisy, 2013). Analisis kebijakan pendidikan tentunya tidak semata-mata menganalis data dan informasi pendidikan, juga memperhatikan seluruh aspek menyangkut proses pembuatan kebijakan, mulai dari analisis masalah, pengumpulan informasi, penentuan alternatif, sampai pada penyampaian alternatif tersebut   terhadap para pembuat keputusan tentang pendidikan. Rumusan alternatif kebijakan pendidikan dihasilkan dari pelaksanaan analisis kebijakan pendidikan tidak dengan sendirinya atau secara langsung dijadikan  kebijakan.  Rumusan  kebijakan, jika sudah didukung kekuatan otoritas  atau  kewenangan yang ada, maka alternatif kebijakan bisa berubah menjadi kebijakan. Jadi prosedur menghasilkan alternatif kebijakan merupakan proses yang rasional. Sedangkan proses terjadinya kebijakan menjadi bagiian dari merupakan proses politik (bargaining position) para pihak yang memiliki kewenangan. Hal senada dijelaskan Suyahman (2016) menjelaskan analisis kebijakan pendidikan merupakan prosedur yang menghasilkan informasi kondisi pendidikan, menggunakan data sebagai masukan bagi perumusan alternatif kebijakan pengambilan keputusan bersifat politis dalam upaya memecahkan masalah pendidikan.

Disamping itu bisa dipahami bahwa banyak pihak memahami pendidikan harus membebaskan diri dari politik, namun tidak ada satupun kebijakan pendidikan yang bersifat strategis yang tidak terkait dengan politik. Misalnya tujuan, nilai-nilai, arah, dan anggaran pendidikan. Semuanya adalah kesepakatan politik yang terkait dengan pendidikan nasional. Jadi upaya kanalisasi proses rasional dan politik, pengambilan kebijakan pendidikan kurang menggambarkan keadaan faktual di lapangan. Realitasnya, banyak ditemui proses rasional analisis kebijakan pendidikan merupakan  bagian yang tidak terpisahkan dari proses politik. Proses rasional empiris analisis kebijakan pendidikan seringkali digunakan sebagai dasar dalam perjuangan politik, sebaliknya, proses politik menjadi salah satu bentuk proses rasional karena proses politik berorientasi kepentingan masyarakat.

Dengan demikian kita bisa mendefenisikan analisis kebijakan pendidikan sebagai ilmu sosial terapan sistematis disusun dalam rangka mengetahui substansi kebijakan pendidikan, agar diketahui secara jelas masalah yang akan dijawab oleh kebijakan dan masalah yang berpeluang timbul sebagai akibat implementasi kebijakan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu analisis kebijakan dalam bidang pendidikan menjadi suatu yang amat penting dalam era demokrasi termasuk memasuki era revolusi industri 4.0. Artinya pemerintah atau pihak-pihak yang memiliki kewenangan tidak dibiarkan melaksanakan tindakan tertentu yang mempengaruhi masyarakat tanpa dipelajari dan dikaji substansi, alasan dan akibatnya bagi masyarakat, disamping penting juga bagi pembuat kebijakan guna memperbaiki, atau mempertahankan kebijakan guna kemaslahatan masyarakat banyak atau kepentingan stakeholders pendidikan itu sendiri.

 

B.       Urgensi Analisis Kebijakan Pendidikan

Analisis kebijakan pendidikan menjadi penting menentukan arah dan pedoman penyelenggaraan pendidikan di suatu negara.  Dalam penyelenggaraan  pendidikan tidak mungkin melepaskan dari kebijakan yang dibuat pemerintahan atau pihak yang memiliki kewenangan di tempat lembaga pendidikan itu ada (ada lembaga pendidikan negeri dan swasta). Dengan melakukan analisis kebijakan, kita akan dapat mempelajari dan memahami kebijakan pemerintah atau pihak terkait sebagai pengelola pendidikan dengan akurat, antara lain: 1) we can describe educational policy—we can learn what government is doing (and not doing) ini welfare, defence, education, civil right, health, energy, taxation, and so on; 2) we can inquiry about the causes, or determinants of educational policy; 3) we can inquiry about the consequences, or impact of educational policy (Thomas R Dye. 1987:5-6). Analisis kebijakan pendidikan amat penting dalam mencerdaskan kehidupan   masyarakat   berbangsa dan bernegara. Karena pendidikan sebagai satu bagian dari dimensi kehidupan manusia yang punya pengaruh besar bagi kehidupan manusia baik secara individual maupun sosial. Oleh karena itu berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau publik yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan perlu dicermati, mengingat dampaknya yang sangat luas bagi kehidupan manusia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu, analisis kebijakan pendidikan perlu didasarkan pada suatu prinsip objektif, tidak hanya untuk menyalahkan kebijakan pendidikan oleh pemerintah yang sedang berkuasa, atau pihak lain sebagai penyelenggara pendidikan. Namun juga memberi gambaran yang memungkinkan berupa perbaikan kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah atau penyelenggara pendidikan. Hal  ini  tentu saja memerlukan suatu pendekatan ilmiah yang objektif dan akurat. Dalam hubungan ini analisis kebijakan pendidikan menjadi penting guna memahami dan memperbaiki kebijakan apabila hasil analisis menunjukan konsekwensi yang belum sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Indonesia sebagai negara hukum menitikberatkan pendidikan sebagai wahana memajukan negara. Realitasnya kebijakan demi kebijakan seperti bongkar  pasang  dengan dalil untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang optimal. Kenyataannya  hasilnya  masih  jauh  dari  yang  diharapkan stakeholder. Contoh kebijakan pengalokasian pembiayaan pendidikan 20% dari pemerintah pusat yaitu melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedakan pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan dalil pengeluaran gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan lainnya yang dimasukkan sebagai dana pendidikan, maka dinilai sudah terpenuhi komitmen tersebut. Padahal sampai saat  ini  kondisinya masih belum 100% dapat terlaksana, bahkan kurikulum yang sering berubah-ubah, kebijakan ujian nasional dan lainnya. Inkonsistensi pemerintah dalam memutuskan beberapa kebijakan pendidikan nasional seringkali menimbulkan tanda tanya bahkan kontroversi pro dan kontra di tengah masyarakat dan dunia pendidikan. Tuntutan paling mendesak dalam meningkatkan mutu pendidikan dan relevan dengan dunia kerja yang semakin kompetitif adalah peningkatan kemampuan para pemangku kepentingan dalam melakukan analisis kebijakan pendidikan. Mereka sebagai pengambil keputusan tidak cukup hanya dengan kemampuan mengetahui dan menguasai berbagai isu dan masalah pendidikan yang relevan baik secara internal, eksternal maupun lintas sektoral. Para analisis kebijakan pendidikan dituntut untuk menguasai teknik penelitian dan pengembangan kebijakan pendidikan.

Isu dan masalah pendidikan secara internal meliputi sistem pendidikan, komponen yang integral antara lain, pendidikan dasar memiliki fungsi dalam menanamkan kemampuan dasar peserta didik, pendidikan berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan kerja dengan pendidikan profesional, termasuk pendidikan non formal, serta komponen penunjang sistem pendidikan. Sedangkan isu dan masalah pendidikan eksternal, terkait dengan integrasi komponen pendidikan dengan kehidupan publik dalam berbagai aspek, antara lain; dinamika politik, situasi ekonomi, pertumbuhan ketenagakerjaan, kondisi lingkungan hidup, serta gejala kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dalam kaitannya ini analis kebijakan pendidikan dipandang perlu mencurahkan sebagian besar perhatiannya guna memenuhi tantangan dan peluang yang dimaksudkan. Kemampuannya melaksanakan analisis kebijakan pendidikan tidak hanya dituntut menghasilkan gagasan pembaharuan pendidikan berdasarkan isu dan dinamika yang realistis, sesuai dengan perkembangan zaman, sekaligus perlu kemampuan mengkomunikasikan gagasan, ide dan solusi yang dihasilkan, agar bisa terwujud dalam bentuk kebijakan pemerintah atau pihak penyelenggara pendidikan dapat mengelola pendidikan sesuai harapan publik.

Kepedulian pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan terlihat pada besaran alokasi dana pendidikan dalam APBN, terus mengalami peningkatan. Hal menjadi indikasi adanya keseriusan pemerintah dalam memberikan jaminan tiap warga negara mendapatkan pendidikan yang memadai dan berkualitas. Namun sayangnya sebagian besar masyarakat, menganggap pendidikan bukan menjadi hal utama dalam mewujudkan kesejahteraan hidup. Selain itu pemerintah belum maksimal mengawasi pengalokasian dana pendidikan. Realitasnya masih ada kesulitan yang dialami sebagian masyarakat yang sudah menyadari akan pentingnya pendidikan, kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan pendidikan. Kondisi saat ini, pendidikan kita masih terasa mahal sebagian masyarakat yang berada pada garis kehidupan di bawah garis kemiskinan. Akibatnya masih terdapat ketimpangan sosial antara sesama warga negara dalam mendapatkan layanan pendidikan. Untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik, namun dirasakan mahal oleh sebagian masyarakat. Begitu juga pemerintah saat ini sudah melaksanakan program wajib belajar 12 tahun. Hal ini menjadi kecemasan warga masyarakat yang kurang mampu menyekolahkan anaknya dengan biaya mahal.

 

C.      Fungsi Analisis Kebijakan Pendidikan

Faktor penentu perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi organisasi pendidikan adalah terlaksananya kebijakan dalam organisasi pendidikan dengan baik, berupa keputusan-keputusan yang memuat tujuan, prinsip dan aturan dapat menggerakkan sumber daya organisasi pendidikan dengan maksimal. Format kebijakan pendidikan itu biasanya dicatat, dituliskan untuk pedoman pimpinan, staf, dan personel organisasi pendidikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pembuatan kebijakan (policy making) di bidang pendidikan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, masukan (input), proses (process), keluaran (output), dan umpan balik (feedback) dari kebijakan pendidikan itu sendiri. Analisis kebijakan pendidikan lakukan untuk pedoman bertindak, dalam mengarahkan kegiatan pendidikan, organisasi sekolah atau lembaga pendidikan sebagai penyelenggara dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Pedoman untuk bertindak bagi pengambil keputusan dari analisis kebijakan pendidikan yang dilaksanakan berfungsi:

·           Mencapai ketertiban layanan pendidikan,

·           Menjamin hak asasi setiap warga mendapatkan layanan pendidikan, 3

·           Program kegiatan layanan pendidikan berjalan efektif,

·           Aktor pendidikan dapat melaksanakan pendidikan,

·           Tertib administrasi bisa diwujudkan.

Sedangkan fungsi lainnya dari analisis kebijakan pendidikan, antara lain;

·         Fungsi alokasi untuk pengembangan dan kajian tingkatan makro,

·         Fungsi inkuiri, setiap bahasan isu dan masalah pendidikan integral dengan isu strategis lainnya, misalnya analisis metodologis dan substansi, evaluasi dan meta analisis kebijakan dan argumentasi kebijakan,

·         Fungsi komunikasi bagi pihak terkait misalnya pembuat keputusan, perencana dan pengelola, peneliti, pelaksana dan masyarakat sebagai pelanggan pendidikan.

 

D.      Karakteristik Analisis Kebijakan Pendidikan

Analisis kebijakan pendidikan, dapat diidentifikasi beberapa karakteristik, antara lain: 1) suatu proses atau kegiatan sintesis dari berbagai informasi tentang layanan pendidikan. Analisis kebijakan pendidikan memadukan berbagai informasi yang masuk, diantaranya hasil penelitian yang dilakukan para ahli tentang layanan pendidikan, sehingga diperoleh kesimpulan yang selaras dengan rekomendasi penelitian tersebut. Hal ini berarti objek analisis kebijakan pendidikan adalah proses penyusunan beserta paket kebijakan pendidikan itu sendiri. Kegiatan utama analisis kebijakan pendidikan terdiri dari pengumpulan informasi selengkapnya, penarikan kesimpulan dengan prinsip logis.

Dengan kaidah ini, analisis kebijakan bisa dikategorikan didasari kaidah ilmiah, 2) informasi menjadi sumber utama kajian analisis kebijakan yakni keluaran hasil penelitian. Hasil-hasil penelitian analisis kebijakan merupakan output dari proses pengolahan data penelitian yang siap digunakan membantu pengambilan keputusan serta desain kebijakan pendidikan. Itulah pertimbangannya, analisis kebijakan menjadi salah satu bentuk diseminasi hasil penelitian, 3) keluaran (output) analisis kebijakan berupa rekomendasi pilihan (opsional) keputusan bisa juga dalam bentuk desain kebijakan.

Output kebijakan pendidikan lainnya berupa nasihat, petunjuk teknis standar operasional procedural (SOP) berupa bahan, alur, urutan dan target pengambilan keputusan tentang pendidikan. Oleh karena itu, analisis kebijakan pendidikan haruslah ditampilkan dalam bentuk laporan yang jelas, singkat, padat dan  lengkap  serta  saksama,  4) klien (pengguna) analisis kebijakan pendidikan adalah para pengambil keputusan dan kelompok yang berkepentingan (interest groups) terhadap kebijakan yang ada. Umumnya

klien (pengguna) analisis kebijakan pendidikan bersifat spesifik (khusus). Kaitannya berhubungan langsung dengan output analisis kebijakan pendidikan berupa nasihat, arahan, pedoman tentang kebijakan itu sendiri, 4) orientasi analisis kebijakan  terhadap  klien  (client   oriented).  Pertimbangan ini menjadi implikasi dari karakteristik analisis kebijakan pendidikan yang menghasilkan nasihat keputusan. Tanpa orientasi klien analisis kebijakan pendidikan tidak akan mungkin siap guna. Ini berarti analisis kebijakan pendidikan harus didasarkan pada dari, oleh dan untuk pengguna (kliens). Analisis kebijakan pendidikan bisa dilakukan bila ada permintaan atau patut diduga dengan pertimbangan benar- benar dibutuhkan pengguna (cliens). Sehingga kehadiran analisis kebijakan pendidikan tentunya atas dorongan kebutuhan mendesak pengguna atau client’s need push (Simatupang, P., 2017).

Pakar lainnya yang mengidentikasi karakteristik analisis kebijakan pendidikan secara khusus, yakni

·           Memiliki tujuan pendidikan, dimana analisis kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan jelas, terarah untuk memberikan kontribusi pada penyelesaian masalah pendidikan yang fundamental,

·           Memenuhi aspek legal-formal, analisis kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan pra-syarat yang mesti dipenuhi agar kebijakan pendidikan bisa diakui dan secara sah berlaku dalam suatu wilayah tertentu. Maka, kebijakan pendidikan mesti memenuhi syarat secara konstitusional (legal formal) sesuai jenjang hierarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di seluruh wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimate,

·           Memiliki konsep operasional, analisis kebijakan pendidikan merupakan panduan bersifat umum, untuk itu harus mempunyai nilai manfaat bagi operasional sekaligus dapat diimplementasikan.

Untuk itu kebijakan pendidikan adalah sebuah keharusan dalam  memperjelas  skema  pencapaian  tujuan  pendidikan yang diinginkan stakeholder. Apalagi kebutuhan akan analisis kebijakan pendidikan sebagai fungsi dukungan dalam pengambilan keputusan, 4) dibuat oleh yang berwenang, kebijakan pendidikan semestinya memiliki kewenangan untuk memaksa pihak terkait, sehingga tak sampai menimbulkan efek kerusakan pendidikan dan lingkungannya. Para pengelola (administrator) pendidikan, politisi dan analis kebijakan yang terkait langsung dengan kebijakan pendidikan adalah unsur utama pembuat kebijakan pendidikan, 5) dapat dievaluasi, analisis kebijakan pendidikan Hakikatnya tak luput dari berbagai keadaan yang sesungguhnya perlu ditindaklanjuti. Jika memiliki kebaikan, maka perlu dipertahankan bahkan dikembangkan, sebaliknya jika mengandung kelemahan, maka harus bisa diperbaiki. Analisis kebijakan pendidikan mempunyai karakter yang memungkinkan bisa diberlakukan evaluasi secara mudah, sederhana dan efektif, 6) memiliki sistematika, analisis kebijakan pendidikan menjadi sebuah sistem, oleh sebab itu harus memiliki sistematika yang jelas, representatif menyangkut segenap aspek yang ingin kelola olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki prinsip efektif, efisien serta sustainability yang tinggi agar analisis kebijakan pendidikan jauh dari sifat pragmatis, diskriminatif, serta struktur yang ada masih rapuh akibat berbagai faktor yang saling berbenturan satu dan lainnya. Hal ini perlu diperhatikan dengan teliti, hati-hati agar pemberlakuannya tidak menimbulkan kecacatan hukum baik internal maupun eksternal. Kemudian, secara eksternal pun analisis kebijakan pendidikan semestinya berpadu dengan kebijakan lain. misalnya kebijakan politik, kebijakan penganggaran. Sekaligus kebijakan pendidikan di pusat, daerah dan lembaga pendidikan masing-masing (Gunawan, A. H., 1986).

Karakteristik analisis kebijakan pendidikan lainnya yang belum ada pada uraian di atas, antara lain

·           Fase inventori merupakan fase pencarian, yang sifatnya terbatas, cakupan dan  ditujukan pada isu atau masalah pendidikan tertentu,

·           Mencari pilihan alternatif, yang selanjutnya dievalusi dan diteruskan kepada klien,

·           Mempersiapkan memorandum (peringatan), dokumen masalah, dokumen kebijakan, atau draf perundang-undangan,

·           Pelanggan khusus, pimpinan puncak, pegawai pemerintah, stakeholder terkait,  ,  atau pihak sponsor, pengguna kemungkinan memiliki pandangan tertentu terhadap masalah

·           Orientasi pada isu atau masalah, yang tergambarkan alternatifnya sebagai sikap reaktif,

·           Horison waktu cenderung disetujui pejabat terpilih dan/atau belum pasti terpilih,

·           Pendekatan politik untuk mencapai tujuan.

 

E.       Nilai-Nilai Analisis Kebijakan Pendidikan

Analisis kebijakan pendidikan sangat terkait dengan persoalan nilai, moral dan etika, karena rekomendasi analisis kebijakan pendidikan menuntun kita menentukan berbagai alternatif mana yang bernilai lebih dan mengapa demikian?. Rekomendasi yang dihasilkan berkenaan pemilihan secara bernalar, dilengkapi dua atau lebih alternatif sebagai solusi.

Lebih lanjut Anderson (2006) dalam buku Irfan M Islamy, (1994:21) menyatakan kebijakan memiliki nilai-nilai sebagai berikut, yaitu: 1) nilai politik, mencakup kepentingan kelompok dan golongan dan tempat beraflikasi para aktor kebijakan pendidikan, 2) nilai organisasi mencakup mempertahankan keberadaan organisasi pendidikan, memperluas program, dan aktivitas organisasi pendidikan. 3) nilai pribadi, mencakup nilai seseorang karena sejarah kehidupan pribadinya. 4) nilai kebijakan mencakup nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, dan kebersamaan, 5) nilai ideologis mencakup nilai yang terkoneksi secara logis membentuk alam pikiran tentang dunia dan menuntun tindakannya.


klik DISINI  untuk mendownload file MS WORD

0 comments:

Post a Comment